Kritis Menggugat Pendidikan Gratis

Pendidikan atau sekolah gratis? Tentu pertanyaan ini bukan sesuatu yang mengejutkan. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir sejak Indonesia memasuki era otonomi daerah, hampir semua orang di negeri ini kini memang sedang gencar-gencarnya memperbincangkan model pendidikan “mutakhir” tersebut. Dalam kondisi masyarakat yang baru belajar demokrasi, isu pendidikan gratis tampaknya telah menjadi euforia baru. Muncul pertanyaan kritis, adakah model pendidikan gratis itu suatu keharusan ataukah justru sekedar trend baru di Indonesia? Ibarat buah simalakama, pendidikan gratis sesungguhnya cukup problematis untuk diterapkan. Paling tidak, berbagai masalah akan muncul dipermukaan terutama untuk pendidikan gratis total. Artinya, segala kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikan siswa, mulai dari biaya pendaftaran PPD sampai dengan pakaian seragam sekolah sepenuhnya ditanggung oleh atau dibebankan kepada pemerintah daerah. Ini tentu sangat tidak sehat bagi perkembangan dunia pendidikan. Jika tidak benar-benar diperhitungkan secara matang, pendidikan gratis total memang berbahaya karena secara pelan-pelan akan dapat menggerus sendi-sendi pendidikan itu sendiri.
Tiga pilar pendidikan (orang tua, masyarakat dan pemerintah) yang selama ini berdiri sama tegak bisa saja akan pincang dalam seketika manakala satu diantaranya telah kehilangan fungsinya. Format pendidikan gratis total bukan saja dapat membunuh partisipasi orang tua dan masyarakat, melainkan juga mematikan inisiatif dan daya kreatif sekolah itu sendiri. Kultur kerja guru yang selama ini sudah terbangun dengan baik bisa kehilangan semangat dalam sekejap terkhusus lagi tentang hak dan kewajiban guru sudah tak seimbang dengan beban kerja yang diatur oleh pemerintah. Lebih parah lagi, saat sekolah sedang giat-giatnya membina kedisiplinan belajar siswa dalam upaya mendongkrak mutu pendidikan akan sia-sia karena peran orang tua diabaikan. Hilang sudah peran komite sekolah untuk mendukung kemajuan siswa. Hilang sudah konsep manajemen berbasis sekolah. Peran tunggal pemerintah dalam membiayai pendidikan perlu dikritisi terutama dalam hal pencairan dana tunjangan guru yang selalu terlambat utamanya didaerah. hal ini menimbulkan pertanyaan sudahkah pendidikan gratis yang selama ini diagung-agungkan oleh pemerintah mampu menaikkan mutu pendidikan? Atau malah sebaliknya?
Comments
0 Comments

0 komentar: