Untuk menjadi guru yang profesional, maka harus berupaya
seoptimal mungkin memenuhi keempat kompetensi, yaitu kompetensi profesional,
pedagogik, sosial, dan kepribadian. Adapun kiat-kiat agar dapat menjadi guru
profesional ditinjau dari keem-pat kompetensi tersebut adalah :
1. DITINJAU DARI KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Seorang guru yang
profesional sangat dituntut untuk dapat menguasai materi secara mendalam,
struktur, konsep, dan metode keilmuan yang koheren dengan materi ajar, hubungan
konsep antar mata pelajaran terkait, dan mampu menerapkan konsep-konsep
keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai hal tersebut, maka ada
beberapa kiat yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Selalu berusaha agar tidak ketinggalan perkembangan ilmu
yang berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan dengan cara membaca berbagai
literatur (buku, majalah, koran, ensiklopedia, hasil penelitian, dan lain-lain),
bertanya, berdiskusi (sharing) dengan teman sejawat maupun pakar, membuka
internet. Ada satu kiat yang sangat menarik untuk dicoba, yaitu “bacalah satu
ilmu baru setiap hari”, maka dalam sebulan kita memperoleh 30 ilmu baru. Dalam
satu tahun memperoleh berapa ilmu baru ? (Dapat dihitung sendiri). Penambahan
ilmu setiap hari ini sepertinya tidak ada manfaatnya, tetapi hal ini akan
terasa manfaatnya ketika kita berbicara dengan orang lain atau berbicara dalam
satu forum resmi, karena tanpa kita sadari ilmu yang pernah dibaca dan
termemori tersebut membantu kita dalam melogika dan menalar berbagai
permasalahan. Tidak percaya ? Coba saja !
b. Carilah keanehan hubungan antar konsep yang mudah
diingat. Sebagai contoh, pada biologi menghafal bagian lidah dan rasa yang
dikecap, menggunakan kata “maap” sebagai urutan dari ujung lidah tengah
kanan-kiri dan ke belakang berturut-turut “manis-asin-asam-pahit”. Pada fisika,
energi kinetik (energi karena gerak) dan energi potensial (energi karena
kedudukan), kita menghafal bahwa “K (kinetik) tidak akan bertemu dengan K
(kedudukan)”. Demikian juga pada kimia katoda mengalami reduksi, anoda
mengalami oksidasi, dengan menghafal huruf mati bertemu huruf mati (k dengan r)
dan huruf hidup bertemu huruf hidup (a dengan o).
c. Jika kita menemui dua konsep yang artinya berkebalikan,
hafalkan salah satu, bukan dihafal dua-duanya. Hal ini karena jika hafal
dua-duanya bisa saling tertukar di otak kita, sebaliknya jika hanya hafal satu
pasti yang tidak dihafal memiliki arti kebalikan dari yang kita hafal.
d. Selalu berusaha sharing dengan guru satu bidang studi,
baik dari kelas yang setingkat maupun yang berbeda tingkat, agar wawasan ilmu
selalu bertambah (terjadi pengayaan ilmu). Sharing juga dilakukan dengan
guru yang serumpun (masih memiliki kaitan dengan bidang studi kita), agar
ketika mengajar kita mampu memberi gambaran pada peserta didik bahwa materi
yang kita ajarkan ada kaitan dengan bidang studi yang lain. Hal ini kita
lakukan agar ilmu yang dimiliki peserta didik memiliki jalinan keterpaduan yang
memperkaya pengetahuan mereka. Pada pembelajaran IPA terpadu, meskipun
masing-masing guru bertugas mengajar sesuai bidang ilmunya (biologi, fisika,
kimia), namun sangat disarankan untuk mengaitkan satu sama lain agar terlihat
keterpaduannya. Akan lebih baik lagi jika guru-guru IPA dapat mengajarkan
secara tematik.
e. Berusaha membuat ringkasan setiap materi pokok, baik yang
berupa materi teoretis maupun rumus-rumus untuk perhitungan.
f. Berusaha mengaitkan setiap konsep yang diajarkan dengan
kehidupan peserta didik agar tercipta pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning).
g. Berusaha merancang aktivitas lab (praktikum / eksperimen)
sederhana sendiri berdasarkan literatur-literatur yang dibaca.
Semua kiat tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru yang
memang memiliki kemauan dan kesadaran yang tinggi untuk maju disertai keinginan
untuk dapat menjadi guru yang profesional.
2. DITINJAU DARI KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU
Seorang guru yang ahli di bidang ilmu tertentu belum
tentu ahli dalam mengajarkan kepada orang lain. Hal ini terbukti ketika seorang
ahli matematika dari LIPI diminta mengajar matematika agar prestasi matematika
peserta didik meningkat. Kenyataannya ahli tersebut gagal mengajar dan mengakui
bahwa ia ahli dalam ilmu matematika, bukan ahli dalam mengajarkan matematika
(Dedi Supriadi, 1998 : 88).
Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten
adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini
berarti menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar
mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media,
bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan
strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang
kondusif.
Bagaimana kiat-kiat menjadi guru profesional agar dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara optimal ? Berikut ini beberapa kiatnya.
a. Membuat perencanaan yang matang mengenai semua yang akan
dilakukan dalam proses pembelajaran, yaitu dengan membuat silabus dan RPP.
b. Melakukan persiapan pembelajaran yang menyangkut persiapan
materi (misal membuat hand-out, ringkasan), metode yang akan diterapkan,
dan media yang akan digunakan.
c. Berusaha mencari strategi pembelajaran yang baru, baik
strategi menerapkan metode-metode pembelajaran baru yang memenuhi PAIKEM (pembelajaran
aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) maupun menerapkan berbagai
ke-canggihan teknologi dalam bentuk media pembelajaran.
d. Refleksi diri setiap selesai pertemuan untuk melihat
kekurangan dalam mengajar dan kemudian berusaha memperbaiki terus menerus. Perbaikan
pembelajaran dapat dilakukan melalui penelitian tindakan kelas.
e. Senantiasa mengasah kemampuan dasar mengajar, seperti
cara membuka pelajaran, bertanya, memberi penguatan, menjelaskan, mengelola
kelas, mengeva-luasi, dan menutup pelajaran.
f. Berusaha hafal semua siswa, bukan hanya yang pandai atau
yang bodoh. Hal ini merupakan bentuk kepedulian dan perhatian kita pada peserta
didik.
g. Piawai dalam memodifikasi metode pembelajaran disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik, potensi sekolah, dan ketersediaan sarana
prasarana, dan memper-timbangkan kemampuan akademis, tenaga, waktu, dan biaya.
h. Berusaha menciptakan suasana relaks dalam belajar dengan
cara menyelingi berbagai aktivitas menyenangkan, seperti belajar sambil
bermain, berteka-teki, dan selingan humor.
i. Memperluas dan memperdalam materi ajar sesuai dengan
tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
j. Melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode penilaian dan memanfaatkan hasil
penilaian tersebut untuk perbaikan kualitas pembelajaran dan perancangan
program remedi maupun pengayaan. Setiap hasil penilaian dikembalikan kepada
peserta didik agar peserta didik memperoleh feedback dari apa yang telah
dikerjakannya.
k. Mampu membimbing peserta didik dalam pengembangan potensi
akademik mela-lui kegiatan positif (misal karya ilmiah remaja) maupun potensi
non akademik (misal olah raga).
Jadi, agar guru memenuhi kriteria guru yang profesional
maka mereka harus senantiasa berusaha secara terus menerus memperbaiki kualitas
pembelajarannya melalui pengembangan kemampuan mengajarnya, mulai dari
perencanaan, pelaksa-naan, sampai pada penilaian pembelajaran.
3. DITINJAU DARI KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU
Guru
dikatakan profesional jika mereka memiliki kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Hal ini dapat terbentuk, jika dalam setiap melaksanakan tugas guru
selalu mem-pertimbangkan segala tindakannya dari segala aspek yang melingkupinya.
Ada bebe-rapa kiat untuk menjadi guru profesional ditinjau dari kompetensi
kepribadian, yaitu :
a. Berusaha menjadi guru yang taat aturan, seperti datang
mengajar tepat waktu, berpakaian rapi dan sopan.
b. Menunjukkan rasa empati terhadap peserta didik yang
sedang menghadapi masalah dan memiliki kepedulian yang tinggi untuk
membantunya.
c. Menunjukkan kebanggaan sebagai guru dengan tampilan
mengajar yang selalu segar, bersemangat, dan menyenangkan, meski guru sedang
memiliki masalah.
d. Menunjukkan konsistensi dalam berperilaku sesuai aturan
yang berlaku.
e. Menerapkan pendekatan kasih sayang dalam mengajar
(memberi tanpa meminta imbalan pada peserta didik).
f. Berprestasi yang dapat membanggakan peserta didik dan
sekolah.
g. Terbuka pada kritik yang disampaikan peserta didik, teman
sejawat, dan siapapun yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan yang
dimiliki.
h. Menunjukkan keikhlasan dalam mengajar dan membimbing
peserta didik yang ditunjukkan melalui kesabaran menjawab setiap pertanyaan,
melayani mereka yang kesulitan, siap menolong kapanpun dibutuhkan.
i. Berusaha menunjukkan keteladanan dengan berperilaku dan
bertindak yang terpuji, seperti sopan, ramah, murah senyum, supel, adil, jujur,
objektif, empati.
j. Sesekali memberikan selingan ”siraman rohani” berupa
nasihat positif yang rasi-onal sebagai pembentukan kepribadian dan perilaku
siswa yang baik.
Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme seorang
guru bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen, keterampilan yang
tinggi, tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan sebagai seorang
guru. Dengan demi-kian guru yang profesional juga dituntut memiliki kepribadian
yang tertampilkan dalam bentuk perilaku dan berpikir yang mantap, stabil, dan
berakhlak mulia.
4. DITINJAU DARI KOMPETENSI SOSIAL GURU
Guru adalah makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Hal ini berarti selain ia harus mengembangkan profesional yang
berkaitan dengan pengembangan diri pribadi juga harus mengembangkan
kompetensinya yang berkaitan dengan kehidupan sosial, karena sesungguhnya ia
bagian dari masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu seorang guru yang
profesional dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Salah satu modal
bersosialisasi yang baik adalah kepandaian dalam berkomunikasi secara efektif,
bai dengan peserta didik, teman sejawat, maupun orangtua / wali orangtua dan
masyarakat. Selain berkomunikasi juga mengembangkan hubungan secara efektif
dengan mereka. Untuk menuju kepada profesionalisme yang berkaitan dengan
kompetensi sosial ini, ada beberapa kiat yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Banyak
bergaul dengan siapa saja tanpa memandang tingkatan usia dan status ekonomi.
Dengan demikian ketika melakukan pendekatan dengan berbagai kalangan dapat
beradaptasi dengan cepat.
b. Sering
mengikuti aktivitas ilmiah / seminar, baik sebagai peserta maupun penyaji,
sehingga memiliki keberanian di dalam mengemukakan gagasan / ide. Hal ini
posi-tif dalam menunjang kemahiran berkomunikasi di depan kelas ketika
mengajar.
c. Sering
berbincang-bincang dengan peserta didik di saat-saat senggang tanpa harus dalam
suasana formal. Seringkali guru takut kehilangan wibawa ketika melakukan hal
tersebut, namun hal itu tidak akan terjadi ketika ketika mengajar di kelas kita
mampu membuat penciptaan citra diri yang positif sebagai pengajar / pendidik.
Dengan demikian, guru dapat bertindak sebagai sahabat, orangtua, pembimbing,
maupun pendidik dengan penempatan diri yang sesuai.
d. Menunjukkan
keakraban melalui komunikasi yang bersahabat, sehingga peserta didik merasa
nyaman dan tanpa ragu “curhat” bila ada masalah.
e. Siap
membantu peserta didik kapanpun diperlukan tanpa membeda-bedakan.
f. Memperlakukan
peserta didik sesuai dengan kedudukannya, tidak meremehkan, dan selalu
menghargai apapun keadaannya. Hal ini penting, karena keberhasilan belajar
peserta didik selain dipengaruhi faktor intern juga hubungan sosialnya de-ngan
guru (Slameto, 1993 ; 54). Ketertarikan peserta didik pada pembawaan guru yang
ramah dan dapat diajak bicara akan menumbuhkan motivasi belajarnya.
g. Memiliki
kemampuan empati (tanggap dan peka terhadap keadaan anak didik) yang ditumbuhkan
dengan cara sering berkomunikasi dan memperhatikan mereka.
h. Guru
perlu mengetahui dunia trend-nya peserta didik, sehingga dapat melakukan
komunikasi yang baik, lancar, dan nampa
“gaul” di mata peserta didik.
i. Sebaiknya
guru tidak mudah marah tanpa alasan yang jelas, karena akan meng-ganggu
komunikasi selanjutnya dengan peserta didik. Rasa takut akan menye-babkan
peserta didik menjauh, sehingga komunikasi tidak terjalin dengan baik.