Majunya suatu negara sangat
ditentukan majunya pendidikan di negara itu. Hal ini berarti pembenahan segala
aspek/komponen yang terlibat dalam pendidikan harus mendapat prioritas utama
dalam pembangunan suatu negara. Pemberlakuan kurikulum baru merupakan salah
satu upaya memperbaiki proses penyelenggaraan pendidikan di suatu negara agar dapat
mengejar kemajuan negara lain (Olivia,
1992:3)
Perubahan
kurikulum di Indonesia merupakan upaya ke arah peningkatan kualitas pendidikan,
karena di era globalisasi ini sangat dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM)
yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional
dan internasional. Guru sebagai pelaksanaan pendidikan di tingkat pembelajaran
memegang peranan penting dalam menciptakan SDM yang berkualitas.
Pendidik atau guru adalah tenaga profesional seperti yang
diamanatkan dalam Pasal 39 ayat 2 UU RI No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 2 ayat 1 UU RI No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta Pasal
28 ayat 1 PP RI No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Landasan
yuridis dan kebijakan tersebut menunjukkan adanya keseriusan dan komitmen yang
tinggi Pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan penghargaan
kepada guru sebagai pelaksana pendidikan di tingkat pembelajaran yang bermuara
akhir pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Hal ini sejalan dengan arah kebijakan Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 42 UU RI No 20/2003 yang mensyaratkan pendidik (guru) harus
memiliki kualifikasi akademik minimum dan sertifikasi sesuai dengan kewenangan
mengajar, sehat jasmani dan rohani, dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Demikian pula ditegaskan dalam Pasal 28 ayat 1 PP
No 19/ 2005 dan Pasal 8 UU RI No 14/2005 yang mengamanatkan guru harus memiliki
kualifikasi akademik minimal D4/S1 dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran yang meliputi kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian,
dan sosial.
Berkaitan
dengan hal itu saat ini banyak guru-guru di tingkat lanjutan pertama maupun
menengah bersemangat melanjutkan studi S-2. Namun peningkatan jumlah guru yang
berkualifikasi S-2 tidak berarti secara otomatis meningkat pula profesionalismenya, karena untuk menjadi guru yang profesional
bukan hanya bermodalkan ijasah S-2. Demikian pula semangat guru mengikuti
berbagai aktivitas ilmiah, seperti seminar, lokakarya, workshop, TOT, dan
sebagainya, juga tidak mampu menjamin terciptanya profesionalisme guru, jika
aktivitas tersebut hanya seperti angin lalu, lewat begitu saja tanpa dipahami,
dihayati, dan diamalkan ketika melaksanakan pembela-jaran di kelas.
Adanya sertifikasi dan Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG) bagi guru-guru yang belum lulus sertifikasi merupakan suatu usaha
nyata Pemerintah (dalam hal ini Dinas Pendidikan) dalam rangka pembentukan guru
yang profesional. Pada kenyataannya, setelah melalui sertifikasi guru masih
belum memiliki kiat jitu untuk menjadi guru yang profesional.